PENOKOHAN
Perbedaan Penokohan pada “Robohnya
Suarau Kami” dengan “Mawar Biru untuk Novia”
Robohnya Surau Kami
|
Mawar Biru untuk
Novia
|
Tokoh Haji
Saleh “suka berdemonstrasi” digambarkan melalui percakapan antar-tokoh
(dramatik).
Bukti:
““Kita protes. Kita resolusikan,” kata Haji Saleh.
“Apa kita revolusikan juga?” tanya suara lain yang rupanya di dunia
menjadi …
… “Itu tergantung pada keadaan,” kata Haji Saleh. “Yang penting
sekarang, mari kita berdemonstrasi menghadap Tuhan.””
|
Tokoh
Norhuda “peragu” disebutkan oleh pengarangnya melalui perilakunya (analitik).
Bukti:
“Tapi,
adakah mawar berwarna biru? Sang kekasih, Norhuda, sebenarnya tidak yakin. …
Tapi, mawar biru? Ia tidak yakin. …
Norhuda
terdiam. Dari bola matanya terpancar keraguan dan itu ditangkap oleh novia.”
Dapat
pula secara dramatik, yaitu melalui percakapannya dengan Novia. Bukti:
“”Apa
kau yakin ada mawar berwarna biru, Sayang?”
“Aku
yakin. Aku pernah melihatnya.”
“Bukan
dalam mimpi?”
“Bukan.
…”
|
Tokoh
Haji Saleh beserta teman-temannya di neraka yang “suka menyembah Tuhan”
digambarkan melalui percakapan Tuhan dengan Haji Saleh (dramatik).
Bukti:
““Di
negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu berkelahi,
sedang hasil tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan?”
“Benar, Tuhanku. Tapi bagi kami soal
harta benda itu, kami tak mau tahu. Yang penting bagi kami ialah menyembah
dan memuji Engkau.””
|
Tokoh
Norhuda digambarkan oleh pengarang secara analitik melalui perilakunya,
sebagai orang yang “penyayang”. Bukti:
“Maka dengan
rasa cinta, berangkatlah Norhuda mencari sekuntum mawar biru permintaan
kekasihnya itu. Ia langsung menuju taman-taman kota Jakarta dan menelusuri
seluruh sudutnya. Tidak menemukannya di sana, ia pun menelusuri seluruh
sudutnya. Tidak menemukannya di sana, ia pun menelusuri semua taman milik ….
Berhari-hari, ia bertanya ke sana kemari, mencari mawar berwarna biru.”
|
Tokoh
Haji Saleh beserta teman-temannya di neraka yang “egois” digambarkan oleh
percakapan antara Tuhan dengan mereka, lalu malaikat dengan Haji Saleh
(dramatik).
Bukti:
“”Kalau
ada, kenapa biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua?
Sedang harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu
mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu,
saling memeras. Aku beri engkau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau
lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak
membanting tulang. Sementara itu, aku menyuruh engkau semuanya beramal di
samping beribadat. Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin? Engkau
kira aku ini suka pujian, mabuk disembah saja, hingga kerjamu tak lain
hanyalah memuji-muji dan menyembah-Ku saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk
neraka! Hai malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di
keraknya.”
…
“Salahkah
menurut pendapatmu, kalau kami menyembah Tuhan di dunia?” tanya Haji Saleh.
“Tidak.
Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendir. Kau takut
masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan
kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, hingga
mereka itu kucar-kacir selamanya. Itulah kesalahanmu yang terbesar, terlalu
egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau
tak memedulikan mereka sedikit pun.””
|
Tokoh
Norhuda digambarkan
sebagai orang “kreatif “ menemukan ide, melalui jalan pikirannya (analitik).
Bukti:
“Bukankah
Tuhan memiliki kekuatan kun fayakun? Kalau Tuhan berkata ‘jadi!’ maka
‘jadilah’. Ya, kenapa aku tidak berdoa memohon pada-Nya saja? pikirnya.”
Tokoh
Norhuda digambarkan sebagai orang yang “suka menolong” walau agak terpaksa,
melalui kelakuannya. Bukti:
“Meski
hatinya agak berat, Norhuda terpaksa menuntun lelaki tunanetra itu. Ia harus
sering-sering menahan napas …”
|
Persamaan dalam penokohan pada kedua
cerpen tersebut adalah keduanya ada yang menggunakan metode penokohan secara
dramatik, walau pada cerpen “Mawar Biru untuk Novia” hanya sedikit.
Gaya
Pengungkapan
Tabel
Perbedaan Gaya Penyampaian
Robohnya
Surau Kami
|
Mawar
Biru untuk Novia
|
Cerpen ini disampaikan oleh pengarang secara ironis
(menyindir). Tuhan menyindir segala perbuatan Haji Saleh dan teman-temannya
di neraka, bahwa selama mereka hidup hanya mementingkan ibadah.
|
Cerpen ini disampaikan oleh pengarang dengan cara seperti
reporter (melaporkan saja apa yang terjadi, apa yang sedang dipikirkan oleh
tokoh, tidak terlalu banyak dialog meskipun ada beberapa).
|
Sudut Pandang
“Robohnya
Surau Kami”
•
Orang
pertama (aku)
Ø pengarang terlibat secara
langsung dari awal cerita
“Kalau
beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke Kota kelahiranku dengan menumpang bis,
Tuan akan berhenti di dekat pasar….
Sekali
hari Aku datang pula mengupah pada kakek. Biasanya kakek gembira menerimaku,
karena aku suka memberinya uang….”
Ø pengarang mendengar cerita
Haji Saleh dari kakek yang didengar kakek dari Ajo Sidi.
“
demikian cerita Ajo Sidi yang kudengar dari kakek…”
Ø Setelah cerita tentang Haji
Saleh pengarang kembali ke posisi tokoh “aku” seperti di awal cerita
“ketika
aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tidak menjenguk….”
“Mawar Biru
Untuk Novia”
•
Orang
ketiga terbatas (tidak serba tahu)
Ø Pengarang tidak terlibat
secara langsung
“
dan di tempat tidur yang serba putih, Novia terbaring beku dalam waktu yang
juga membeku. Ia tidak berani menghitung berapa kali jam di ruangan itu….”
“
maka, dengan rasa cinta berangkatlah Norhuda
mencari sekuntum mawar biru permintaan kekasihnya. Ia langsung menuju
taman-taman kota Jakarta dan menelusuri sudutnya….”
Ø Pengarang hanya fokus
kepada Norhuda
“ia
sadar, siapa pun tidak akan dapat menemukan sesuatu yang pernah ada,
kecuali jika Tuhan ….”
“ia
masih berharap menemukan mawar biru di sana”
“dan
selama itu, ia harus menahan muntah
karena bau bacin pria itu. Meski hatinya agak berat…”
“
dia langsung berjongkok dan dengan penuh suka cita memetik beberapa kuntum….”
Gaya Bahasa
Robohnya
Surau Kami
- Sinisme : Ungkapan yang bersifat
mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih
kasar dari ironi).
“di negeri yang kacau itu, hingga kamu
dan kamu selalu berkelahi, sedang hasil tanahmu orang lain juga yang
mengambilnya….”
“engkau rela tetap melarat, bukan?”
- Alegori : menggunakan lambang, yakni tokoh Haji Saleh dan
kehidupan di akhirat.
“alangkah
tercengangnya Haji Saleh, karena di neraka itu banyak temannya di dunia
terpanggang panas, merintih kesakitan”
“kau lebih
suka beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang…”
- Repetisi : perulangan bunyi, suku kata,
kata atau bagian kalimat.
“Ya. Ya.
Ya….”
“Benar.
Benar. Benar….”
Mawar Biru
Untuk Novia
- Asosiasi : perbandingan terhadap dua hal
yang berbeda, namun dinyatakan sama.
“ Novia terbaring beku dalam waktu
yang juga membeku….”
2.
Simile : pengungkapan
dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung,
seperti layaknya, bagaikan, ” umpama”, “ibarat”,”bak”,
bagai”. Membandingkan suatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan
keadaan yang dilukiskannya.
“udara seperti membeku…”
- Klimaks : Adalah semacam gaya bahasa yang
menyatakan beberapa hal yang dituntut semakin lama semakin meningkat.
“dan, hanya sekuntum,
bukan seikat atau sekeranjang.”
- Disfemisme : Pengungkapan pernyataan tabu
atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya
“gembel ini pasti
tidak pernah mandi…”
- Personifikasi : mengumpamakan
benda mati sebagai makhluk hidup.
“Ia tidak
berani menghitung lagi berapa kali jarum jam di ruangan itu melewati angka dua
belas, mendekati ajal yang bakal menjemputnya”
Persamaan Gaya Bahasa
1. Hiperbola :
Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut
menjadi tidak masuk akal.
2. Retoris : Adalah
pernyataan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk
mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali
tidak menghendaki adanya suatu jawaban.
3. Antiklimaks : Adalah
gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berurutan semakin lma semakin menurun.
No.
|
Robohnya
Surau Kami
|
Mawar
Biru Untuk Novia
|
1.
|
Hiperbola
“… Kitab-Mu hafal di luar kepala…”
|
Hiperbola
“ biar kamu cari ke ujung dunia….”
|
2.
|
Retoris
“ …bagaimana engkau bisa beramal bila
engkau miskin?”
|
Retoris
“bukankah Tuhan meiliki kekuatan kun
fayakun? Kalau Tuhan berkata ‘jadi!’ maka ‘jadilah’. Ya, kenapa aku tidak
berdoa memohon pada-Nya saja?”
|
3.
|
Antiklimaks
“tapi engkau melupakan kaummu sendiri,
melupakan kehidupan anak istrimu…”
|
Antiklimaks
“ banyak binatang buasnya. Harimau, buaya,
badak, ular berbisa, tikus, kadal, bunglon, kecoak…”
|
Isi Cerita
·
Robohnya Surau Kami
Certa ini
menceritakan tentang seorang kakek yang bunuh diri karena merasa bersalah
setelah mendengar cerita dari Ajo Sidi. Cerita yang didengarnya adalah cerita tentang
Haji Saleh yang melihat teman-temannya yang masuk neraka karena tidak
memedulikan keluarganya walaupun taat beribadah.
·
Mawar Biru untuk Novia
Cerita ini
menceritakan tentang seorang pemuda bernama Norhuda yang berusaha mencari
sekuntum bunga mawar biru untuk pacarnya yang sekarat.
Alur
·
Robohnya Surau Kami
1. Penanjakan
Menuju Konflik
Pembaca langsung dihadapkan pada
penanjakan tanpa pengenalan cerita. Pengarang tidak mengenalkan sosok Haji
Saleh beserta latar belakangnya. Pengarang membuka cerita dengan menunjukan
keterkejutan Haji Saleh melihat keadaan di neraka. Hal in dapat dilihat dari
kutipan berikut.
“Alangkah tercengangnya Haji Saleh,
karena di neraka itu banyak temannya di dunia terpanggang panas, merintih
kesakitan.”
2. Puncak
Konflik
Puncak konflik dapat dilihat pada bagian
dialog antara Haji Saleh dengan Tuhan berikut ini.
‘’…’Engkau kira aku ini suka pujian,
mabuk disembah saja, hingga kerjamu tak lain hanyalah memuji-muji dan
menyembah-Ku saja. Kamu semua mesti masuk neraka! Hai malaikat, halaulah mereka
ini kembali ke neraka, letakan di keraknya.’ Semuanya jadi pucat pasi tak
berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa jalan yang diridai
Allah di dunia.’’
3. Penyelesaian
Alur pada cerpen ini juga tidak melalui
proses penurunan konflik melainkan langsung kepada penyelesaian. Bagian
penyelesaian ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini
“Dan besoknya, ketika aku mau turun
rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk.
‘Siapa yang meninggal?’ tanyaku kaget.
‘Kakek.’
‘Kakek?’
‘Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di
suraunya dalam keadaan yang ngeri sekali. Ia membunuh dirinya sendiri.’”
·
Mawar Biru untuk Novia
1) Pengenalan
cerita
Awal cerita diawali dengan pengenalan
tokoh seperti Novia yang digambarkan sakit dan sudah mendekati ajalnya. Pada
awal cerita juga digambarkan latar cerita yang berada di rumah sakit tempat
Novia berada. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Udara seperti membeku di Adelweis Room,
sebuah kamar rawat inap, di RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Dan, di tempat tidur
yang serba putih, Novia terbaring beku dalam waktu yang juga membeku. Ia tidak
berani menghitung lagi berapa kali jarum jam di ruangan itu melewati angka dua
belas, makin mendekati ajal yang bakal menjemputnya.”
2) Penanjakan
menuju konflik
Penanjakan terlihat ketika Norhuda pacar
Novia kesulitan mencari sekuntum mawar biru yang diminta Novia sebagai
permintaan terakhinya. Hal tersebut dapat terlihat dari kutipan berikut ini.
“ ...‘Jangan bercanda! Ini serius. Usia
dia tinggal dua minggu lagi.hanya sekuntum mawar biru yang dia minta dariku
untuk dibawa mati.’”
3) Puncak
konflik
Puncak konflik terlihat pada saat
Norhuda berteriak meminta pertolongan Tuhan di suatu sudut Taman Monas. Hal ini
dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
“…’Ya Allah, dengan kekuatan kun fa yakun-Mu, mekarkanlah sekuntum
mawar biru di depanku saat ini juga!’ teriak Norhuda tiba-tiba, sambil berdiri,
menadahkan tangan dan mendongak ke langit.”
4) Penurunan
konflik
Penurunan konflik terjadi setelah
Norhuda mengantarkan seorang gembel tunanetra yang tersesat kembali kerumahnya
dan malah menemukan bunga mawar biru yang dicari-carinya. Hal tersebut dapat
dilihat dari kutipan berikut ini.
“Setiap ditanya rumahnya di sebelah
mana, di gang berapa, RT berapa, dan RW berapa, lelaki tua itu selalu menunjuk
ke timur hinggga keduanya sampai di tepi Kali Ciliwung. Pada saat itulah, tanpa
sengaja, Norhuda melihat kumpulan tanaman dengan bunga-bunga berwarna biru
tumbuh di pinggir sebuah hamparan rerumputan.”
“Norhuda bergegas ke tanaman bunga itu,
dan betul, bunga mawar biru yang tumbuh liar di tepi hamparan rerumputan di
pinggir jalan setapak lereng Kali Ciliwung. Dia langsung berjongkok dan dengan
penuh sukacita memetik beberapa kuntum, serta mencium-ciumnya dengan penuh gairah.”
5) Penyelesaian
Penyelesaian pada cerpen ini terjadi
pada saat akhirnya Norhuda memberikan mawar biru kepada Novia. Hal ini dapat
dilihat dari kutipan berikut ini.
“dengan perasaan cemas pula, Norhuda
mendekati Novia dan berbisik di telinganya, ‘Novia, kau dengar aku? Aku sudah
menemukan mawar biru yang kau tunggu. Ini aku bawakan untukmu.’
Tiba-tiba gadis itu membuka matanya, dan
pelan-pelan tangannya bergerak, membuka masker oksigen dari hidungnya.
‘mana bunga itu, Sayang?’ katanya lirih
‘ini.’ “
Amanat
Robohnya Surau Kami
Dari cerpen ini kita dapat
mengambil pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembacanya. Sang
penulis dari cerita ini ingin menyampaikan kepada kita untuk tidak hanya
beragama, namun mengimani agama tersebut. Mempelajari suatu agama bila tidak
sungguh-sungguh dimaknai maka tidak ada hasilnya.
Mawar Biru untuk Novia
Pesan yang ingin disampaikan penulis dari kisah ini
adalah agar kita tidak mudah menyerah dan berputus asa, karena bila kita punya
niat maka selalu ada jalan bagi kita. Dari kisah ini juga kita dapat melihat bahwa
seseorang yang benar mencintai kita, akan memberikan segala yang terbaik untuk
diri kita.
Latar
Robohnya Surau Kami
Tempat: disebuah
perkampungan. Pada cerpen ini penulis tidak menyebutkan tempat pasti dari
kejadian di kisah ini. Namun, kita dapat memperkirakan latar tempat dari cerita
ini merupakan di sebuah perkampungan. Pada cerita ini digambarkan bahwa rumah
antar tetangga merupakan berdekatan dan disekitarnya terdapat surau yang selalu
dijaga.
Waktu: pada kisah ini
penulis tidak menyebutkan tahun pasti dari kisah ini, sehingga latar waktu dari
kisah ini tidak diketahui.
Suasana:
Mawar Biru untuk Novia
Tempat: Jakarta. Pada
cerpen ini penulis menyebutkan secara langsung tempat terjadinya cerita ini
berada di Jakarta.
Waktu: pada cerpen ini
penulis tidak memberi tahu pada tahun berapa kejadian ini terjadi. Pada cerita
ini juga tidak terdapat indikator-indikator kejadian sehingga latar waktu
cerita ini tidak diketahui.
Suasana: sedih. Dari awal cerita ini penulis telah
membawakan suasana sedih ke dalam cerita. Penulis memunculkan tokoh yang sakit
dan akan segera meninggal. Kisah perjalanan tokoh utama menimbulkan suasan
cerita yang sedih dan mengharukan.