Kamis, 24 September 2015

Analisis Cerpen

PENOKOHAN
Perbedaan Penokohan pada “Robohnya Suarau Kami” dengan “Mawar Biru untuk Novia”
Robohnya Surau Kami
Mawar Biru untuk Novia
Tokoh Haji Saleh “suka berdemonstrasi” digambarkan melalui percakapan antar-tokoh (dramatik).
Bukti:
““Kita protes. Kita resolusikan,” kata Haji Saleh.
“Apa kita revolusikan juga?” tanya suara lain yang rupanya di dunia menjadi …
… “Itu tergantung pada keadaan,” kata Haji Saleh. “Yang penting sekarang, mari kita berdemonstrasi menghadap Tuhan.””
Tokoh Norhuda “peragu” disebutkan oleh pengarangnya melalui perilakunya (analitik).
Bukti:
“Tapi, adakah mawar berwarna biru? Sang kekasih, Norhuda, sebenarnya tidak yakin. … Tapi, mawar biru? Ia tidak yakin. …
Norhuda terdiam. Dari bola matanya terpancar keraguan dan itu ditangkap oleh novia.”

Dapat pula secara dramatik, yaitu melalui percakapannya dengan Novia. Bukti:
“”Apa kau yakin ada mawar berwarna biru, Sayang?”
“Aku yakin. Aku pernah melihatnya.”
“Bukan dalam mimpi?”
“Bukan. …”


Tokoh Haji Saleh beserta teman-temannya di neraka yang “suka menyembah Tuhan” digambarkan melalui percakapan Tuhan dengan Haji Saleh (dramatik).
Bukti:
““Di negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu berkelahi, sedang hasil tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan?”
“Benar, Tuhanku. Tapi bagi kami soal harta benda itu, kami tak mau tahu. Yang penting bagi kami ialah menyembah dan memuji Engkau.””

Tokoh Norhuda digambarkan oleh pengarang secara analitik melalui perilakunya, sebagai orang yang “penyayang”. Bukti:
“Maka dengan rasa cinta, berangkatlah Norhuda mencari sekuntum mawar biru permintaan kekasihnya itu. Ia langsung menuju taman-taman kota Jakarta dan menelusuri seluruh sudutnya. Tidak menemukannya di sana, ia pun menelusuri seluruh sudutnya. Tidak menemukannya di sana, ia pun menelusuri semua taman milik …. Berhari-hari, ia bertanya ke sana kemari, mencari mawar berwarna biru.”


Tokoh Haji Saleh beserta teman-temannya di neraka yang “egois” digambarkan oleh percakapan antara Tuhan dengan mereka, lalu malaikat dengan Haji Saleh (dramatik).

Bukti:
“”Kalau ada, kenapa biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua? Sedang harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri engkau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sementara itu, aku menyuruh engkau semuanya beramal di samping beribadat. Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin? Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk disembah saja, hingga kerjamu tak lain hanyalah memuji-muji dan menyembah-Ku saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka! Hai malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya.”
“Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami menyembah Tuhan di dunia?” tanya Haji Saleh.
“Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendir. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, hingga mereka itu kucar-kacir selamanya. Itulah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memedulikan mereka sedikit pun.””

Tokoh Norhuda digambarkan sebagai orang “kreatif “ menemukan ide, melalui jalan pikirannya (analitik). Bukti:
Bukankah Tuhan memiliki kekuatan kun fayakun? Kalau Tuhan berkata ‘jadi!’ maka ‘jadilah’. Ya, kenapa aku tidak berdoa memohon pada-Nya saja? pikirnya.”

Tokoh Norhuda digambarkan sebagai orang yang “suka menolong” walau agak terpaksa, melalui kelakuannya. Bukti:
“Meski hatinya agak berat, Norhuda terpaksa menuntun lelaki tunanetra itu. Ia harus sering-sering menahan napas …”

Persamaan dalam penokohan pada kedua cerpen tersebut adalah keduanya ada yang menggunakan metode penokohan secara dramatik, walau pada cerpen “Mawar Biru untuk Novia” hanya sedikit.
Gaya Pengungkapan
Tabel Perbedaan Gaya Penyampaian
Robohnya Surau Kami
Mawar Biru untuk Novia
Cerpen ini disampaikan oleh pengarang secara ironis (menyindir). Tuhan menyindir segala perbuatan Haji Saleh dan teman-temannya di neraka, bahwa selama mereka hidup hanya mementingkan ibadah.
Cerpen ini disampaikan oleh pengarang dengan cara seperti reporter (melaporkan saja apa yang terjadi, apa yang sedang dipikirkan oleh tokoh, tidak terlalu banyak dialog meskipun ada beberapa).


Sudut Pandang
“Robohnya Surau Kami”
      Orang pertama (aku)
Ø  pengarang terlibat secara langsung dari awal cerita
“Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke Kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar….
Sekali hari Aku datang pula mengupah pada kakek. Biasanya kakek gembira menerimaku, karena aku suka memberinya uang….”
Ø  pengarang mendengar cerita Haji Saleh dari kakek yang didengar kakek dari Ajo Sidi.
“ demikian cerita Ajo Sidi yang kudengar dari kakek…”
Ø  Setelah cerita tentang Haji Saleh pengarang kembali ke posisi tokoh “aku” seperti di awal cerita
“ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tidak menjenguk….”


“Mawar Biru Untuk Novia”
      Orang ketiga  terbatas (tidak serba tahu)
Ø  Pengarang tidak terlibat secara langsung
“ dan di tempat tidur yang serba putih, Novia terbaring beku dalam waktu yang juga membeku. Ia tidak berani menghitung berapa kali jam di ruangan itu….”
“ maka, dengan rasa cinta berangkatlah Norhuda  mencari sekuntum mawar biru permintaan kekasihnya. Ia langsung menuju taman-taman kota Jakarta dan menelusuri sudutnya….”
Ø  Pengarang hanya fokus kepada Norhuda
“ia sadar, siapa pun tidak akan dapat menemukan sesuatu yang pernah ada, kecuali  jika Tuhan ….”
“ia masih berharap menemukan mawar biru di sana”
“dan selama itu, ia  harus menahan muntah karena bau bacin pria itu. Meski hatinya agak berat…”
“ dia langsung berjongkok dan dengan penuh suka cita  memetik beberapa kuntum….”
Gaya Bahasa

Robohnya Surau Kami

  1. Sinisme         : Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
“di negeri yang kacau itu, hingga kamu dan kamu selalu berkelahi, sedang hasil tanahmu orang lain juga yang mengambilnya….”
“engkau rela tetap melarat, bukan?”

  1. Alegori           : menggunakan lambang, yakni tokoh Haji Saleh dan kehidupan di akhirat.
“alangkah tercengangnya Haji Saleh, karena di neraka itu banyak temannya di dunia terpanggang panas, merintih kesakitan”
“kau lebih suka beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang…”

  1. Repetisi         : perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat.
“Ya. Ya. Ya….”
“Benar. Benar. Benar….”
Mawar Biru Untuk Novia

  1. Asosiasi         : perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.
“ Novia terbaring beku dalam waktu yang juga membeku….”

2.    Simile             : pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknyabagaikan, ” umpama”, “ibarat”,”bak”, bagai”.  Membandingkan suatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan yang dilukiskannya.
“udara seperti membeku…”

  1. Klimaks          : Adalah semacam gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal yang dituntut semakin lama semakin meningkat.
“dan, hanya sekuntum, bukan seikat atau sekeranjang.”

  1. Disfemisme   : Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya
“gembel ini pasti tidak pernah mandi…”

  1. Personifikasi : mengumpamakan benda mati sebagai makhluk hidup.       
“Ia tidak berani menghitung lagi berapa kali jarum jam di ruangan itu melewati angka dua belas, mendekati ajal yang bakal menjemputnya”


Persamaan Gaya Bahasa

1.    Hiperbola       : Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
2.    Retoris           : Adalah pernyataan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. 
3.    Antiklimaks   : Adalah gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berurutan semakin lma semakin menurun.

No.
Robohnya Surau Kami
Mawar Biru Untuk Novia
1.
Hiperbola
“… Kitab-Mu hafal di luar kepala…”

Hiperbola
“ biar kamu cari ke ujung dunia….”

2.
Retoris
“ …bagaimana engkau bisa beramal bila engkau miskin?”

Retoris
“bukankah Tuhan meiliki kekuatan kun fayakun? Kalau Tuhan berkata ‘jadi!’ maka ‘jadilah’. Ya, kenapa aku tidak berdoa memohon pada-Nya saja?”

3.
Antiklimaks
“tapi engkau melupakan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu…”

Antiklimaks
banyak binatang buasnya. Harimau, buaya, badak, ular berbisa, tikus, kadal, bunglon, kecoak…”



Isi Cerita
·         Robohnya Surau Kami
Certa ini menceritakan tentang seorang kakek yang bunuh diri karena merasa bersalah setelah mendengar cerita dari Ajo Sidi. Cerita yang didengarnya adalah cerita tentang Haji Saleh yang melihat teman-temannya yang masuk neraka karena tidak memedulikan keluarganya walaupun taat beribadah.
·         Mawar Biru untuk Novia
Cerita ini menceritakan tentang seorang pemuda bernama Norhuda yang berusaha mencari sekuntum bunga mawar biru untuk pacarnya yang sekarat.




Alur
·         Robohnya Surau Kami
1.    Penanjakan Menuju Konflik
Pembaca langsung dihadapkan pada penanjakan tanpa pengenalan cerita. Pengarang tidak mengenalkan sosok Haji Saleh beserta latar belakangnya. Pengarang membuka cerita dengan menunjukan keterkejutan Haji Saleh melihat keadaan di neraka. Hal in dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Alangkah tercengangnya Haji Saleh, karena di neraka itu banyak temannya di dunia terpanggang panas, merintih kesakitan.”
2.    Puncak Konflik
Puncak konflik dapat dilihat pada bagian dialog antara Haji Saleh dengan Tuhan berikut ini.

‘’…’Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk disembah saja, hingga kerjamu tak lain hanyalah memuji-muji dan menyembah-Ku saja. Kamu semua mesti masuk neraka! Hai malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka, letakan di keraknya.’ Semuanya jadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa jalan yang diridai Allah di dunia.’’
3.    Penyelesaian
Alur pada cerpen ini juga tidak melalui proses penurunan konflik melainkan langsung kepada penyelesaian. Bagian penyelesaian ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini

“Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk.
‘Siapa yang meninggal?’ tanyaku kaget.
‘Kakek.’
‘Kakek?’
‘Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang ngeri sekali. Ia membunuh dirinya sendiri.’”



·         Mawar Biru untuk Novia
1)    Pengenalan cerita
Awal cerita diawali dengan pengenalan tokoh seperti Novia yang digambarkan sakit dan sudah mendekati ajalnya. Pada awal cerita juga digambarkan latar cerita yang berada di rumah sakit tempat Novia berada. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Udara seperti membeku di Adelweis Room, sebuah kamar rawat inap, di RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Dan, di tempat tidur yang serba putih, Novia terbaring beku dalam waktu yang juga membeku. Ia tidak berani menghitung lagi berapa kali jarum jam di ruangan itu melewati angka dua belas, makin mendekati ajal yang bakal menjemputnya.”
2)    Penanjakan menuju konflik
Penanjakan terlihat ketika Norhuda pacar Novia kesulitan mencari sekuntum mawar biru yang diminta Novia sebagai permintaan terakhinya. Hal tersebut dapat terlihat dari kutipan berikut ini.

“ ...‘Jangan bercanda! Ini serius. Usia dia tinggal dua minggu lagi.hanya sekuntum mawar biru yang dia minta dariku untuk dibawa mati.’”
3)    Puncak konflik
Puncak konflik terlihat pada saat Norhuda berteriak meminta pertolongan Tuhan di suatu sudut Taman Monas. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini.

“…’Ya Allah, dengan kekuatan kun fa yakun-Mu, mekarkanlah sekuntum mawar biru di depanku saat ini juga!’ teriak Norhuda tiba-tiba, sambil berdiri, menadahkan tangan dan mendongak ke langit.”

4)    Penurunan konflik
Penurunan konflik terjadi setelah Norhuda mengantarkan seorang gembel tunanetra yang tersesat kembali kerumahnya dan malah menemukan bunga mawar biru yang dicari-carinya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

“Setiap ditanya rumahnya di sebelah mana, di gang berapa, RT berapa, dan RW berapa, lelaki tua itu selalu menunjuk ke timur hinggga keduanya sampai di tepi Kali Ciliwung. Pada saat itulah, tanpa sengaja, Norhuda melihat kumpulan tanaman dengan bunga-bunga berwarna biru tumbuh di pinggir sebuah hamparan rerumputan.”

“Norhuda bergegas ke tanaman bunga itu, dan betul, bunga mawar biru yang tumbuh liar di tepi hamparan rerumputan di pinggir jalan setapak lereng Kali Ciliwung. Dia langsung berjongkok dan dengan penuh sukacita memetik beberapa kuntum, serta mencium-ciumnya dengan penuh gairah.”
5)    Penyelesaian
Penyelesaian pada cerpen ini terjadi pada saat akhirnya Norhuda memberikan mawar biru kepada Novia. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

“dengan perasaan cemas pula, Norhuda mendekati Novia dan berbisik di telinganya, ‘Novia, kau dengar aku? Aku sudah menemukan mawar biru yang kau tunggu. Ini aku bawakan untukmu.’
Tiba-tiba gadis itu membuka matanya, dan pelan-pelan tangannya bergerak, membuka masker oksigen dari hidungnya.
‘mana bunga itu, Sayang?’ katanya lirih
‘ini.’ “

Amanat
Robohnya Surau Kami
Dari cerpen ini kita dapat mengambil pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembacanya. Sang penulis dari cerita ini ingin menyampaikan kepada kita untuk tidak hanya beragama, namun mengimani agama tersebut. Mempelajari suatu agama bila tidak sungguh-sungguh dimaknai maka tidak ada hasilnya.
Mawar Biru untuk Novia
Pesan yang ingin disampaikan penulis dari kisah ini adalah agar kita tidak mudah menyerah dan berputus asa, karena bila kita punya niat maka selalu ada jalan bagi kita.  Dari kisah ini juga kita dapat melihat bahwa seseorang yang benar mencintai kita, akan memberikan segala yang terbaik untuk diri kita.



Latar
Robohnya Surau Kami
Tempat: disebuah perkampungan. Pada cerpen ini penulis tidak menyebutkan tempat pasti dari kejadian di kisah ini. Namun, kita dapat memperkirakan latar tempat dari cerita ini merupakan di sebuah perkampungan. Pada cerita ini digambarkan bahwa rumah antar tetangga merupakan berdekatan dan disekitarnya terdapat surau yang selalu dijaga.
Waktu: pada kisah ini penulis tidak menyebutkan tahun pasti dari kisah ini, sehingga latar waktu dari kisah ini tidak diketahui.
Suasana:
Mawar Biru untuk Novia
Tempat: Jakarta. Pada cerpen ini penulis menyebutkan secara langsung tempat terjadinya cerita ini berada di Jakarta.
Waktu: pada cerpen ini penulis tidak memberi tahu pada tahun berapa kejadian ini terjadi. Pada cerita ini juga tidak terdapat indikator-indikator kejadian sehingga latar waktu cerita ini tidak diketahui.

Suasana: sedih. Dari awal cerita ini penulis telah membawakan suasana sedih ke dalam cerita. Penulis memunculkan tokoh yang sakit dan akan segera meninggal. Kisah perjalanan tokoh utama menimbulkan suasan cerita yang sedih dan mengharukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar